"Membiasakan anak ngedot menggunakan empeng atau pacifier dapat membuat posisi gigi menjadi lebih maju dan mengubah bentuk rahang. Jika anak terus-menerus melakukan kebiasaan ini hingga usia prasekolah, risiko gigi tonggos dapat meningkat."
Meski bukan penyakit atau gangguan kesehatan yang berbahaya, tetapi gigi tonggos tetap bisa memberikan dampak lainnya. Masalah gigi dan mulut ini dapat mengganggu penampilan dan mengurangi rasa percaya diri.
Gigi tonggos sendiri merupakan salah satu dari kondisi yang dinamakan maloklusi. Maloklusi adalah kondisi yang tak normal antara lengkung gigi atas dan bawah, ketika rahang dalam keadaan tertutup. Dengan kata lain, gigi tonggos dijelaskan sebagai kondisi ketika posisi gigi atas berada lebih maju dibandingkan gigi bawah, sehingga menutup mulut dengan rapat menjadi hal yang sulit.
Lantas, sebenarnya apa sih penyebab gigi tonggos pada anak? Informasi selengkapnya mengenai penyebab gigi tonggos dan masalah kesehatan mulut dan gigi pada anak bisa dibaca di sini!
Ada banyak faktor yang diduga menjadi penyebab gigi tonggos. Hal ini bisa berupa faktor alamiah, hingga kebiasaan buruk yang kerap dilakukan pada masa kanak-kanak. Berikut beberapa penyebab yang memicu gigi tonggos pada anak:
Membiasakan Si Kecil ngedot menggunakan empeng atau pacifier, ternyata membawa dampak negatif pada kerapian gigi. Salah satunya adalah membuat posisi gigi menjadi lebih maju dan mengubah bentuk rahang. Jika anak terus-menerus melakukan kebiasaan ini hingga usia prasekolah, risiko gigi tonggos dapat meningkat.
Bukan hanya penggunaan dot atau empeng yang menjadi penyebab gigi tonggos pada anak, kebiasaan mengisap jempol yang kerap dianggap remeh juga bisa memicu majunya posisi gigi. Kebiasaan mengisap jempol ini dapat mengubah bentuk rahang dan membuat gigi menjadi lebih maju, karena pada saat anak mengisap jempol mulut membuat gerakan maju mundur secara konstan.
Penyebab gigi tonggos yang satu ini merupakan salah satu faktor yang dipicu oleh adanya gen yang diturunkan oleh orang tua atau keluarga. Jadi, anak dengan keluarga yang memiliki riwayat gigi tonggos juga akan berpotensi untuk memiliki masalah yang serupa karena adanya gen yang diwariskan kepadanya.
Meski hanya gigi ‘sementara’, jangan biarkan gigi susu rusak begitu saja. Sebab, gigi susu yang rusak parah tanpa mendapat perawatan akan membawa dampak buruk bagi pertumbuhan gigi tetap anak kelak. Kerusakan gigi seperti karies, gigi berlubang, atau keropos, akan mengubah bentuk rahang anak.
Akibatnya, ketika gigi susu tanggal, gigi permanen akan tumbuh mengikuti bentuk rahang yang berubah akibat gigi susu yang rusak tersebut. Jika bentuk rahangnya maju, gigi juga akan maju, sehingga terbentuklah gigi tonggos pada anak.
Gigi susu yang goyang memang salah satu alasan gigi harus dicabut agar gigi permanen bisa tumbuh. Namun, orangtua juga harus mempertimbangkan kondisi gigi goyang yang dimiliki oleh anak. Jangan sampai ingin langsung mencabutnya ketika gigi susunya baru goyang atau longgar sedikit.
Jika hal tersebut dilakukan, Si Kecil akan mengalami gigi tonggos. Tak hanya itu, gigi susu yang dicabut sebelum waktunya juga bisa memperlambat pertumbuhan gigi permanen pada anak. Akibatnya, anak akan mengalami ompong dalam waktu yang cukup lama.
Beberapa anak mungkin memiliki kecenderungan untuk menggigit-gigit benda keras seperti pensil atau pulpen. Ketika menjadi kebiasaan, hal ini dapat memengaruhi pembentukan gigi.
Hal itu disebabkan anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan memiliki rahang yang fleksibel. Karena itu, kebiasaan menggigit benda keras ini dapat membuat perubahan pada struktur rahang anak dan kemudian menyebabkan gigi tonggos.
Selain enam hal di atas, penyebab gigi tonggos juga bisa dipicu oleh:
Sumber : halodoc. com
Konsultasikan masalah kesehatan anda di Klinik Pelita Sehat; klinik BPJS Bogor dan klinik terfavorit keluarga. Klinik Pelita Sehat memiliki 5 cabang yang tersebar di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Klinik Pelita Sehat cabang Pomad dan Klinik Pelita Sehat cabang Bangbarung telah memperoleh akreditasi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan nilai akreditasi Paripurna