Informasi Kesehatan

Ini 5 Kebiasaan yang Bisa Memicu Saraf Kejepit

20.Memahami-Ciri-Ciri-Saraf-Kejepit-Beserta-Cara-Mengobatinya_.jpeg

Prosedur CPR untuk Selamatkan Pasien Henti Jantung

“CPR adalah prosedur pertolongan pertama yang sangat penting,…

Ketahui 5 Jenis Penyakit Menular Seksual

“Ada berbagai contoh penyakit menular yang perlu kamu…

Risiko Seseorang Mengalami Asma Bronkial

“Asma bronkial adalah penyakit peradangan kronis pada saluran…

“Saraf kejepit bukan hanya memicu ketidaknyaman, tapi rasa sakitnya bisa berlangsung meski sedang beristirahat. Ada beberapa pemicunya, yaitu mengangkat benda berat, pola hidup sedentary, dan latihan intensitas tinggi.”

Saraf kejepit terjadi ketika jaringan sekitar menekan area saraf yang terkena. Kebanyakan kasusnya berasal dari leher (radikulopati serviks), punggung tengah atas (radikulopati toraks), atau punggung bawah (radikulopati lumbal). 

Saraf terjepit memang terasa nyeri, muncul rasa sakit yang tajam atau sensasi rasa terbakar di area yang terkena. Nah, ada beberapa kebiasaan yang perlu diwaspadai karena dapat memicu saraf kejepit. 

Kebiasaan yang Menjadi Pemicu Saraf Kejepit

Saraf kejepit menimbulkan mati rasa, kesemutan, dan kelemahan otot di area yang terkena. Gejala yang berhubungan dengan saraf terjepit itu mungkin saja menjadi lebih parah saat pengidapnya sedang tidur. Risikonya semakin tinggi jika kamu melakukan:

1. Mengangkat benda berat

Mengangkat benda berat memberikan tekanan yang tidak semestinya pada seluruh otot dan persendian di tubuh. Risikonya semakin meningkat, terutama jika kamu melakukannya tanpa posisi yang tepat. 

Meski dalam posisi yang tepat pun, stres dan ketegangan pada otot dan sendi yang terjadi secara spontan juga dapat memicu saraf terjepit. Masalah ini menyebabkan rasa nyeri yang intens dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.

2. Pola hidup sedentary

Pola hidup sedentary bisa menjadi pemicu saraf kejepit karena kurangnya aktivitas fisik. Hal ini menyebabkan otot-otot menjadi kaku dan kehilangan fleksibilitas, sehingga meningkatkan risiko tekanan pada saraf. 

Gaya hidup kurang aktif juga berhubungan dengan peningkatan berat badan. Kondisi ini memberikan tekanan tambahan pada struktur tubuh, termasuk saraf, yang pada akhirnya meningkatkan kemungkinan saraf terjepit. 

3. Latihan intensitas tinggi

Latihan intensitas tinggi memicu kontraksi pada otot yang kuat dan berulang. Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan pada pembuluh darah, tendon, dan saraf di sekitar area yang terlibat dalam gerakan. 

Latihan intensitas tinggi juga menyebabkan peradangan dan pembengkakan pada jaringan sekitar, yang berpotensi menekan saraf. Kondisi ini bisa semakin parah tanpa pemanasan atau teknik yang benar.

4. Olahraga kecepatan tinggi

Olahraga kecepatan tinggi, seperti berlari, bersepeda, sprint, tenis, dan bulu tangkis meningkatkan risiko cedera, terutama pada bagian saraf. Penyebabnya utamanya bisa terjadi karena posisi yang tidak seimbang.

Oleh karena itu, penting untuk menjaga teknik yang benar, melakukan pemanasan sebelum aktivitas, dan memperhatikan postur tubuh agar dapat mengurangi risiko cedera pada saraf.

5. Gerakan berulang

Ketika gerakan dilakukan secara terus-menerus tanpa istirahat yang cukup, saraf-saraf tubuh dapat mengalami iritasi, peradangan, atau kompresi. Hal inilah yang pada gilirannya dapat menyebabkan saraf terjepit. 

Saraf kejepit akibat gerakan berulang juga bisa terjadi karena postur tubuh yang buruk atau menggunakan alat yang tidak sesuai juga dapat meningkatkan risiko terjadinya penekanan pada saraf. 

Jika ingin berolahraga atau melakukan aktivitas menggunakan alat tertentu, pastikan untuk memahami prinsip-prinsip ergonomi. Jangan lupa untuk istirahat secara teratur dan melakukan peregangan secara berkala.

 

sumber: Halodoc     . . com

Konsultasikan masalah kesehatan Anda di Klinik Pelita Sehat; klinik BPJS Bogor dan klinik terfavorit keluarga. Klinik Pelita Sehat memiliki 5 cabang yang tersebar di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Klinik Pelita Sehat cabang Pomad dan Klinik Pelita Sehat cabang Bangbarung telah memperoleh akreditasi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan nilai akreditasi Paripurna