Ladies, larangan minum air es saat haid karena dapat menyebabkan kista mungkin sudah sering kamu dengar, ya. Ada orang yang percaya dengan petuah ini, tetapi sebagian lainnya jutsru meragukannya. Daripada bertanya-tanya terus, yuk temukan faktanya di artikel ini.
Haid merupakan salah satu fase dalam satu siklus menstruasi yang terjadi saat dinding rahim meluruh akibat sel telur yang tidak dibuahi. Saat haid, ada banyak mitos tentang apa yang tidak boleh dilakukan, misalnya tidak boleh keramas atau larangan untuk minum es karena bisa menyebabkan kista pada indung telur.
Katanya, kalau wanita minum air es saat datang bulan membuat darah haid tersisa di dalam rahim. Sisa darah haid ini diyakini dapat memicu penebalan dinding rahim dan akhirnya terbentuklah kista di indung telur atau ovarium. Perlu diketahui, infomasi ini tidak benar dan hanyalah mitos belaka, ya.
Sampai saat ini, tidak ada penelitian yang menyatakan bahwa minum air es saat haid bisa memicu terbentuknya kista di ovarium. Kista ovarium merupakan kondisi terbentuknya kantong berisi cairan yang tumbuh di indung telur dan bisa dipicu oleh perubahan hormon, endometriosis, infeksi panggul parah, atau PCOS.
Minum air es diketahui tidak memiliki dampak apa pun terhadap siklus menstruasi atau volume darah haid. Malahan, minum air putih, baik air dingin maupun air biasa, saat haid bisa memberikan manfaat berikut ini:
Setelah mengetahui fakta di atas, sekarang kamu nggak perlu ragu lagi untuk minum air es saat haid, ya. Ingat, kamu perlu lebih banyak minum air putih saat haid agar keluhan saat menstruasi bisa terhindarkan.
Selain minum air putih, kamu bisa mengonsumsi buah tinggi air untuk memenuhi asupan cairan di dalam tubuh. Perbanyak juga konsumsi sayuran, daging ayam, ikan, dan kacang-kacangan guna meningkatkan energi dan menjaga kesehatan resproduksi selama haid.
Saat ini, mitos seputar haid masih banyak dipercaya dan dilakukan oleh sebagian masyarakat. Nah, supaya kamu tidak termakan berita hoax, carilah informasi dari sumber yang terpercaya, ya. Bila perlu, kamu dapat berkonsultasi dengan dokter untuk memastikan kebenaran sebuah informasi kesehatan.
Sumber: alodokter.com