“Tes buta warna bisa dilakukan untuk mendeteksi kekurangan penglihatan warna. Sebelum menjalani pemeriksaan tersebut, penting untuk mengetahui jenis-jenis tes buta warna dan apa yang menjadi penyebab kondisi tersebut.”
Buta warna merupakan gangguan penglihatan yang umum, tapi seringkali tidak pengidapnya sadari. Itulah mengapa tes buta warna menjadi hal yang penting untuk kamu lakukan.
Tidak seperti yang kebanyakan orang bayangkan, pengidap buta warna tidak serta merta membuat dunianya menjadi serba abu-abu. Kebanyakan orang yang memiliki gangguan penglihatan tersebut hanya mengalami kesulitan membedakan beberapa warna. Warna-warna yang biasanya sulit pengidapnya bedakan adalah merah dan hijau atau biru dan kuning.
Nah, dengan melakukan tes buta warna, gangguan penglihatan tersebut bisa terdeteksi. Yuk simak ulasan selengkapnya di sini!
Banyak orang tidak menyadari dirinya memiliki buta warna. Hal itu karena orang dengan gangguan mata tersebut bukannya tidak bisa melihat suatu warna, tapi hanya kesulitan membedakan nuansanya.
Misalnya, mereka akan kesulitan memilih sepasang kaus kaki dari kaus kaki lain yang warnanya mirip atau membedakan warna kabel. Namun, ada beberapa jenis buta warna yang bisa terjadi. Ketahui Ini 3 Jenis Buta Warna yang Perlu Diketahui.
Jadi, bagaimana cara untuk mengetahui apakah kita buta warna atau tidak? Nah, cara yang paling sering orang gunakan untuk mendeteksi gangguan mata tersebut adalah dengan tes buta warna.
Tes buta warna bisa kamu lakukan untuk mengukur kemampuan kamu dalam hal membedakan warna. Jika kamu tidak lulus tes ini, ada kemungkinan kamu memiliki gangguan penglihatan warna atau memang mengidap buta warna.
Dokter akan memvonis kamu mengalami buta warna ketika kamu hanya melihat segala sesuatunya dengan warna abu-abu. Namun, hal itu adalah kondisi yang sangat langka.
Lantas, seperti apa pemeriksaannya dan apa nama alat tes buta warna? Nah, berikut adalah empat jenis tes buta yang paling umum. Masing-masing memiliki metode yang berbeda dan menggunakan alat yang berbeda juga dalam mendeteksi buta warna.
Ini adalah tes yang paling umum orang gunakan. Dokter mata asal Jepang yang mengembangkan tes ini dengan tujuan menilai kebutaan warna merah-hijau.
Tesnya sendiri terdiri dari 38 lempeng, di mana setiap lempeng memiliki banyak titik yang membentuk lingkaran. Titik-titik tersebut memiliki ukuran dan warna yang berbeda dan membentuk angka, baik satu atau dua digit.
Jika kamu memiliki penglihatan warna yang normal, kamu seharusnya dapat melihat angka dengan mudah. Namun, jika kamu memiliki kekurangan penglihatan warna, kamu akan kesulitan membedakan angka atau tidak akan bisa membedakannya sama sekali.
Tes ini bertujuan untuk memeriksa apakah kamu bisa mencocokkan warna yang berbeda. Alat yang akan kamu gunakan dalam tes anomaloskop ini mirip seperti mikroskop.
Melalui lensa alat tersebut, dokter akan memintamu melihat lingkaran yang ia bagi menjadi dua warna. Setengah berwarna kuning terang, dan setengah lagi berwarna merah atau hijau.
Nah, kamu harus menyesuaikan warna lingkaran agar cocok. Jika kamu kesulitan melihat warna merah dan hijau, kamu tidak akan dapat menyesuaikan warna dengan benar.
Tes ini menggunakan balok berwarna berbeda untuk mengidentifikasi kekurangan penglihatan warna. Kamu harus mengatur balok dalam urutan pelangi, yaitu dari yang paling terang ke yang paling gelap atau merah ke ungu.
Tes ini sering dokter gunakan untuk orang yang bekerja di sektor yang membutuhkan penglihatan warna yang sangat akurat, seperti desainer grafis.
Tes ini sangat mirip dengan tes Ishihara, hanya saja tes warna Cambridge bisa kamu lakukan dengan menggunakan layar komputer. Dokter akan meminta kamu untuk mengidentifikasi huruf “C” yang warnanya berbeda dengan warna di sekitarnya.
Setelah mengetahui jenis-jenis tes buta warna, berikut prosedur yang akan kamu lalui saat menjalani tes tersebut:
Bagi anak-anak yang hendak menjalani pemeriksaan mata standar, ada baiknya mereka juga melakukan pemeriksaan ketajaman visual. Ini dapat membantu mengatasi masalah potensial sejak dini, jika anak mengalami buta warna.
Kalau kamu bingung Kapan Sebaiknya Tes Buta Warna Dilakukan, kamu bisa melakukannya sebagai pemeriksaan mata rutin atau ketika kamu sering salah mengenali warna.
Hubungi dokter spesialis mata jika kamu merasakan kondisi yang tidak nyaman pada mata sebagai bagian dari perawatan rutin kamu.
Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan buta warna, antara lain:
Ini adalah penyebab buta warna yang paling umum, yang artinya kondisi tersebut biasanya menurun dari orang tua. Cacat penglihatan warna ini biasanya menurun dari ibu ke anak laki-laki.
Cacat ini terjadi akibat kurangnya kerucut sebagian atau seluruhnya di retina. Kerucut membantu kamu membedakan warna merah, hijau, dan biru.
Penglihatan warna juga bisa memburuk seiring bertambahnya usia. Hal itu seringkali karena katarak (area keruh pada lensa mata).
Obat-obatan tertentu juga bisa meningkatkan risiko kamu mengalami buta warna. Contoh obat yang bisa menyebabkan buta warna adalah hidroksiklorokuin. Obat ini biasanya dokter resepkan untuk mengobati rheumatoid arthritis.
Terkadang, masalah dengan penglihatan warna terjadi akibat penyakit yang memengaruhi saraf optik, seperti glaukoma. Selain itu, penyakit lain yang juga dapat menyebabkan gangguan penglihatan warna, termasuk:
Kabar baiknya, buta warna bisa kamu obati dengan mengatasi kondisi yang mendasarinya.
Inilah prosedur pemeriksaan tes buta warna yang perlu kamu ketahui sebelum menjalaninya. Nah, bila kamu tertarik untuk melakukan tes tersebut, kamu mungkin juga bertanya-tanya tes buta warna biayanya berapa.
Biaya tes buta warna dengan dokter spesialis mata sebenarnya bervariasi. Namun, harganya biasanya berkisar mulai dari Rp55.000 sampai dengan Rp470.000 setiap pertemuan.
Sumber : halodoc. com
Konsultasikan masalah kesehatan anda di Klinik Pelita Sehat; klinik BPJS Bogor dan klinik terfavorit keluarga. Klinik Pelita Sehat memiliki 5 cabang yang tersebar di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Klinik Pelita Sehat cabang Pomad dan Klinik Pelita Sehat cabang Bangbarung telah memperoleh akreditasi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan nilai akreditasi Paripurna