Gejala HIV pada pria sebenarnya berbeda dengan gejala yang dialami wanita. Pria yang terinfeksi HIV, apalagi disertai dengan infeksi menular seksual lain, dapat mengalami gejala khas, mulai dari luka pada penis hingga pembengkakan buah zakar.
HIV (human immunodeficiency virus) merupakan infeksi virus yang menular melalui cairan tubuh penderitanya, baik melalui darah maupun sperma. Penyakit ini berisiko menular melalui hubungan seks tanpa kondom atau bergonta-ganti pasangan seksual serta pemakaian jarum suntik yang sama dengan orang lain.
Meski tidak jauh berbeda dengan gejala HIV pada wanita, gejala HIV pada pria dapat terjadi pada organ intim dan biasanya muncul ketika kekebalan tubuh penderitanya menurun.
Saat virus HIV memasuki tubuh, penderitanya tidak langsung mengalami gejala spesifik. Gejala biasanya muncul 2–4 minggu setelah tubuh terinfeksi virus HIV, lalu menghilang dan dapat kambuh kembali nantinya.
Keluhan yang muncul pada tahap awal mirip dengan gejala sakit flu, seperti demam, sakit kepala, nyeri otot dan sendi, serta pembengkakan kelenjar getah bening. Meski begitu, gejala HIV yang timbul sebenarnya bisa berbeda-beda pada setiap penderita, tergantung usia, daya tahan tubuh, serta jumlah dan ketahanan virus.
Tahap awal infeksi HIV dikenal dengan istilah window period yang bisa berlangsung selama berbulan-bulan. Seiring waktu, virus bisa terus bertambah dalam tubuh dan bertahan hingga bertahun-tahun.
Bila tidak mendapatkan pengobatan, infeksi HIV akan memasuki tahap lanjut yang bisa berkembang menjadi AIDS (acquired immunodeficiency syndrome). Pada fase ini, kemampuan tubuh untuk melawan penyakit berkurang sehingga penderitanya rentan mengalami infeksi atau penyakit tertentu, seperti tuberkulosis dan bahkan kanker.
Berikut ini adalah beberapa gejala HIV pada pria yang perlu diwaspadai:
Tanda HIV pada pria bisa berupa luka di penis. Pada dasarnya, HIV dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi menular seksual, begitu pula sebaliknya. Gejala utama dari sifilis adalah luka pada penis. Luka tersebut umumnya tidak terasa nyeri dan disertai gejala lain, seperti luka di bibir, anus, atau tangan.
Gejala HIV pada pria juga sering disertai gejala infeksi menular seksual lain, contohnya gonore dan klamidia. Keduanya dapat menimbulkan gejala berupa rasa nyeri atau sensasi terbakar saat buang air kecil.
Gejala HIV yang disertai klamidia atau gonore berisiko menyebabkan pembengkakan pada testis, apalagi bila semua infeksi menular seksual tersebut tidak segera diobati hingga tuntas. Kondisi ini biasanya dikenal dengan istilah epididimitis.
Rasa nyeri saat ejakulasi juga kerap menjadi gejala HIV pada pria yang perlu diwaspadai. Kondisi ini dikenal dengan disorgasmia yang merupakan gejala utama dari penyakit infeksi menular seksual, seperti gonore, klamidia, atau trikomoniasis.
Pada kasus yang sangat jarang terjadi, infeksi HIV juga bisa menyebabkan kerusakan pada otak, tepatnya pada kelenjar pituitari. Kelenjar ini berperan penting dalam menghasilkan hormon reproduksi, termasuk testosteron.
Bila kelenjar pituitari pada pria mengalami gangguan, hal ini dapat menurunkan jumlah hormon testosteron sehingga gairah seksual pria pun menurun.
Gejala HIV pada pria di atas memang belum tentu dirasakan oleh semua penderitanya. Berbagai tanda di atas memang umumnya muncul saat infeksi HIV disertai infeksi menular seksual lainnya.
Namun, pada tahap lebih lanjut, infeksi HIV bisa menyebabkan sistem kekebalan tubuh makin melemah sehingga penderitanya rentan mengalami komplikasi, seperti pneumonia, infeksi jamur berat di kulit maupun organ dalam tubuh, bahkan kekurangan gizi berat.
Jika berbagai gejala HIV pada pria muncul dengan tanda khas HIV lainnya, seperti sering demam, mudah lelah, pembangkakan kelenjar getah bening, dan berat badan turun drastis tanpa sebab, penderitanya perlu segera memeriksakan diri ke dokter untuk mendeteksi dan mendapatkan pengobatan HIV sejak dini.
Dengan begitu, risiko terjadinya AIDS dan komplikasi lainnya dapat berkurang dan penderita tetap bisa menjalani hidup dengan normal.