Malingering adalah perilaku berpura-pura menderita suatu penyakit atau gejala tertentu untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Meskipun bukan dianggap sebagai gangguan mental, perilaku malingering bisa merugikan orang lain serta menyebabkan penyalahgunaan hukum dan sistem pelayanan kesehatan.
Berpura-pura sakit atau membesar-besarkan gejala suatu penyakit, baik fisik maupun mental, disebut malingering. Tujuan dari perilaku malingering adalah untuk menerima manfaat atau imbalan, seperti uang, asuransi, pembebasan dari penahanan dan hukuman, simpati, atau terhindar dari tugas pekerjaan maupun sekolah.
Malingering dilakukan untuk memperoleh keuntungan. Hal ini berbeda dari factitious disorder yang dilakukan atas dasar mencari simpati atau perhatian orang lain. Selain itu, malingering juga berbeda dari gejala gangguan kejiwaan tertentu, seperti gangguan somatoform dan sindrom Munchausen.
Berikut ini adalah beberapa alasan atau keuntungan yang sering membuat orang berpura-pura sakit:
Meskipun bisa dilakukan oleh siapa pun, malingering umumnya dilakukan oleh para narapidana di penjara atau tahanan di lembaga pemasyarakat (lapas). Selain itu, tidak jarang juga seseorang berpura-pura memiliki kelainan atau cacat tubuh agar orang lain menjadi simpati dan menggalang dana untuknya.
Orang dengan berperilaku malingering biasanya akan terus berpura-pura sakit sampai ia memperoleh keuntungan yang diinginkannya. Bahkan, ia tidak segan-segan untuk melakukan rekayasa, seperti:
Jika seseorang berpura-pura sakit dan berhasil menerima keuntungan yang diinginkan, ia akan menyatakan bahwa gejalanya telah mereda bahkan tanpa mematuhi pengobatan yang diberikan. Selain itu, ia juga kemungkinan besar akan menolak untuk melakukan tes uji klinis atau laboratorium.
Untuk mendiagnosis perilaku malingering pada seseorang, dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan. Berikut ini adalah penjelasannya:
Ketika seorang tenaga kesehatan mencurigai pasien berperilaku malingering, ia akan melakukan wawancara klinis yang menyeluruh sebelum membuat hasil akhir diagnosis penyakit. Wawancara ini bisa dilakukan oleh dokter, psikiater, maupun psikolog.
Setelah itu, pemeriksa akan melakukan pengamatan atau observasi yang mendalam terhadap pasien.
Evaluasi psikologis atau pemeriksaan medis kejiwaan juga diperlukan untuk mendeteksi dan menangani perilaku malingering. Perilaku ini bisa jadi terkait dengan gangguan kesehatan mental, misalnya gangguan kepribadian antisosial.
Oleh karena itu, dalam mendiagnosis perilaku malingering diperlukan wawancara klinis oleh psikolog untuk membantu menilai pasien secara objektif, seperti apakah pasien menjawab pertanyaan dengan jujur atau tidak.
Untuk menyelidiki kemungkinan malingering pada pasien, dokter terkadang juga perlu melakukan pemeriksaan tambahan, misalnya tes laboratorium. Nantinya, hasil tes tersebut bisa menjadi bukti yang konkrit.
Namun, orang yang melakukan malingering biasanya akan mengelak, menolak, atau mencari alasan untuk diperiksa ke dokter, meskipun menurut pengakuannya ia sedang sakit.
Jika Anda mencurigai ada orang terdekat Anda yang sering berpura-pura sakit untuk mendapatkan keuntungan, sebaiknya tegurlah pelan-pelan dan kasih pemahaman bahwa perilaku tersebut termasuk tindakan kriminal.
Jika orang yang berperilaku malingering tetap defensif, tidak mau mengakui kebohongannya, dan terus-menerus berkata bohong, jangan ragu untuk menyarankannya berkonsultasi ke psikolog.
Sumber : ALODOKTER . . com
Konsultasikan masalah kesehatan Anda di Klinik Pelita Sehat; klinik BPJS Bogor dan klinik terfavorit keluarga. Klinik Pelita Sehat memiliki 5 cabang yang tersebar di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Klinik Pelita Sehat cabang Pomad dan Klinik Pelita Sehat cabang Bangbarung telah memperoleh akreditasi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan nilai akreditasi Paripurna.