“FOMO membuat seseorang ketinggalan hal yang sedang populer. Hal ini ternyata bisa berdampak pada kondisi mental seseorang yang mengalaminya.”
Fear of Missing Out (FOMO) merupakan fenomena psikologis yang semakin marak di kehidupan serba modern seperti sekarang ini. Kondisi ini menggambarkan ketakutan melewatkan momen, pengalaman, atau aktivitas yang sedang terjadi atau populer di lingkungannya.
Pada umumnya, FOMO rentan menimpa kalangan anak muda, tetapi tidak menutup kemungkinan orang yang lebih tua mengalaminya. Sayangnya fenomena FOMO seringkali menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan mental seseorang. Simak lebih lanjut terkait fenomena ini berikut!
FOMO merupakan singkatan dari “Fear of Missing Out” atau takut ketinggalan.
Kondisi ini terjadi ketika seseorang merasa cemas atau khawatir melewatkan pengalaman, acara, atau aktivitas yang sedang terjadi di sekitarnya.
Ada sejumlah hal yang bisa membuat seseorang merasa FOMO. Misalnya, seperti paparan terhadap kehidupan sosial melalui media sosial atau cerita dari teman-teman, yang membuat seseorang merasa tertinggal atau kurang berpartisipasi.
FOMO tidak hanya terbatas pada kehidupan sosial secara langsung, tetapi juga dapat terjadi dalam berbagai konteks, termasuk pekerjaan, pendidikan, dan hobi.
Orang yang FOMO akan terus-menerus merasa perlu terlibat dalam segala hal agar tidak kehilangan momen atau peluang penting.
Tidak sulit untuk mengidentifikasi orang yang mengalami FOMO. Ciri-cirinya, antara lain:
Seseorang yang mengalami FOMO cenderung tenggelam dalam dunia media sosial, dengan harapan menemukan apa yang sedang terjadi dalam kehidupan orang lain.
Mereka mungkin merasa takut untuk melewatkan momen yang sedang populer atau kejadian sosial yang dianggap penting.
Aktivitas seperti “scrolling” tanpa henti di platform-platform media sosial bisa menjadi cara untuk mengatasi kecemasannya.
Padahal, dunia maya bukanlah kehidupan sebenarnya yang justru bisa mengecoh pikiran dan menghambat kemampuan seseorang untuk benar-benar menikmati momen di dunia nyata.
FOMO juga sering dipicu oleh rasa takut ditolak dan dikucilkan dari kelompok sosial.
Itu mengapa, mereka yang mengalaminya merasa perlu untuk selalu up to date demi bisa diterima oleh suatu kelompok.
Mereka juga takut jika tidak aktif atau terlibat dalam setiap acara membuatnya diabaikan oleh lingkungannya.
Kondisi ini dapat membentuk sikap ekstrem di mana pengidapnya tidak hanya terlibat dalam kegiatan yang diinginkan, tetapi juga terlibat dalam kegiatan yang sebenarnya tidak sesuai dengan minat atau kebutuhan mereka.
Berkomitmen memang baik dan menandakan bahwa kamu punya pendirian dan bertanggung jawab. Akan tetapi, terlalu berkomitmen juga bisa menguras energi fisik dan mental.
Sayangnya, orang yang FOMO cenderung terlalu berkomitmen pada berbagai aktivitas atau acara supaya tidak ketinggalan.
Mereka bisa merasa bahwa terlibat dalam banyak hal adalah cara untuk mengamankan peluang dan pengalaman hidup.
Akan tetapi, kelelahan karena terlalu berkomitmen ini dapat mempengaruhi kualitas hidup secara keseluruhan dan bahkan dapat membahayakan kesehatan jangka panjang.
Meskipun terlibat dalam berbagai kegiatan, pengidap kondisi ini seringnya tidak pernah merasa puas.
Mereka selalu mencari sensasi baru, pengalaman yang lebih menarik, atau momen yang lebih seru.
Alhasil, mereka tidak dapat menikmati momen saat ini karena selalu berpikir tentang apa yang mungkin terjadi di tempat lain.
FOMO dapat menciptakan siklus tanpa ujung di mana kepuasan selalu tertunda karena keinginan terus-menerus menggebu-gebu untuk mencari yang lebih baik.
FOMO yang tidak berkesudahan lantas bisa menyebabkan dampak negatif seperti berikut ini:
FOMO menciptakan tekanan psikologis yang mengarah pada tingkat stres dan kecemasan yang tinggi.
Sebab, mereka yang mengalaminya sangat rentan merasa kewalahan akibat tidak boleh ketinggalan dengan situasi terkini.
Mereka takut bahwa setiap momen yang dilewatkan adalah sangat penting.
Kecemasan ini dapat merusak kesehatan mental, meningkatkan tekanan darah, dan mengganggu keseimbangan emosional secara keseluruhan.
Kecemasan yang terus-menerus bahkan dapat menghambat kemampuan seseorang untuk menikmati hidup.
Terlalu banyak terlibat dalam suatu hal juga bisa membuat orang yang FOMO sulit fokus dan tidak produktif.
Pikiran yang terbagi-bagi antara berbagai kegiatan membuat seseorang kesulitan untuk terlibat dalam tugas atau pekerjaan tertentu sepenuhnya. Alhasil, kualitas pekerjaan dan efisiensi dapat menurun.
Hal ini bisa menurunkan kinerja dan menciptakan siklus stres lebih lanjut karena tugas yang tertunda atau tidak terselesaikan.
Meskipun individu dengan FOMO mungkin terlibat dalam banyak aktivitas sosial, hubungannya cenderung dangkal.
Keterlibatan yang seringkali sekadar permukaan tanpa kedalaman dapat merugikan kualitas hubungan.
Seseorang mungkin kurang dapat memberikan perhatian yang diperlukan dalam interaksi sosial karena terus-menerus terpikir tentang apa yang sedang terjadi di tempat lain.
Hal ini dapat menciptakan kesan bahwa hubungan tersebut hanya berdasarkan pada kehadiran fisik, tanpa koneksi emosional yang mendalam.
Kecemasan yang dipicu oleh FOMO dapat menyebabkan gangguan tidur yang signifikan.
Pikiran yang terus-menerus terjebak dalam kekhawatiran akan ketinggalan dapat menghambat kemampuan seseorang untuk rileks dan tidur nyenyak.
Kesulitan tidur, insomnia, atau gangguan tidur lainnya bisa menjadi dampak negatif dari beban psikologis yang dialami orang FOMO.
Gangguan tidur ini, jika tidak diatasi, dapat mengakibatkan penurunan kinerja fisik dan mental secara keseluruhan.
sumber: Halodoc . . com
Konsultasikan masalah kesehatan Anda di Klinik Pelita Sehat; klinik BPJS Bogor dan klinik terfavorit keluarga. Klinik Pelita Sehat memiliki 5 cabang yang tersebar di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Klinik Pelita Sehat cabang Pomad dan Klinik Pelita Sehat cabang Bangbarung telah memperoleh akreditasi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan nilai akreditasi Paripurna