Informasi Kesehatan

Kebiasaan yang Tanpa Disadari Sebabkan Gangguan Lambung

00297258s5.jpg

Mata Kaki Bengkak? Ini Penyebab dan Pengobatannya

“Terdapat sejumlah faktor yang bisa menyebabkan kaki bengkak,…

Mengenal Kateterisasi Jantung: Jenis, Prosedur, dan Efek Sampingnya

“Kateterisasi jantung merupakan prosedur medis untuk mendiagnosis dan…

Adenoiditis Sebabkan Sinusitis, Ini Penjelasannya

Adenoid adalah sekumpulan jaringan limfatik yang berada di…

"Ada beberapa kebiasaan yang tanpa disadari dapat menyebabkan gangguan lambung. Di antaranya makan berlebihan, pola makan yang tidak sehat, hingga kurang minum."

 Gangguan pada lambung bukan hanya terjadi akibat infeksi bakteri atau kuman saja. Dalam beberapa kasus, timbulnya rasa tidak nyaman atau nyeri pada lambung bisa disebabkan akibat kebiasaan keliru. 

Gangguan pada lambung pun ada beberapa macam. Mulai dari dispepsia, penyakit asam lambung, atau tukak lambung. Nah, mau tahu apa saja kebiasaan yang bisa memicu gangguan pada lambung? Berikut ulasannya!

Kebiasaan yang Menyebabkan Gangguan Lambung

Berikut ini beberapa kebiasaan yang ternyata bisa memicu gangguan lambung: 

1. Pola makan yang tidak sehat

Kebiasaan mengonsumsi makanan olahan, junk food, atau pola makan tinggi karbohidrat, gula, garam, makanan pedas, dan makanan penuh lemak bisa menyebabkan sistem pencernaan tidak sehat.

Hal ini karena jenis makanan tersebut rendah nutrisi, serat, dan kandungan air. Nah, hal ini bisa memperlambat proses pencernaan dan membuat perut jadi kembung dan menghasilkan banyak gas.

2. Gangguan lambung akibat makan berlebihan

Saat lapar atau usai berpuasa, banyak yang tidak sadar bahwa mereka telah banyak makan. Padahal, makan berlebihan dapat memperlambat proses pencernaan. Artinya, makanan tetap berada di perut untuk jangka waktu yang lebih lama dan cenderung berubah menjadi lemak.

Alhasil, ini membuat makanan rusak dan tidak bisa dicerna dengan baik. Kemudian, kondisi ini bisa memicu masalah seperti mulas, refluks asam, muntah, dan mual. 

3. Berbaring setelah makan

Apakah kamu masih sering makan saat larut malam? Atau apakah kamu suka berbaring setelah makan? Kalau iya, mungkin ini yang bisa memicu asam lambung naik.

Saat kamu berbaring, tubuh jadi tidak lagi memiliki manfaat gravitasi untuk membantu menjaga isi perut tetap ada di perut. Jadi saat kamu berbaring, makanan yang dikonsumsi berisiko bocor melalui sfingter esofagus. 

Jadi, hindari makan sebelum tidur apalagi langsung berbaring setelah kamu makan. Jika kamu terpaksa harus berbaring, usahakan berbaring ke sisi kiri atau mengangkat tubuh bagian atas. Tujuannya untuk membantu menjaga isi perut tetap berada di tempatnya.

4. Kurang minum air

Dehidrasi adalah salah satu penyebab utama gangguan sistem pencernaan karena ia bisa memicu sembelit, gastritis, dan refluks asam. Kondisi ini membuat lambung tidak memiliki cukup air untuk memproduksi asam pencernaan. Penelitian menunjukkan, minum 8 hingga 10 gelas air per hari dapat membantu membatasi gejala serius akibat refluks asam.

5. Tidak ada jeda antara makan dengan olahraga

Rutin berolahraga memang dapat menyehatkan tubuh, termasuk sistem pencernaan. Namun, jika kamu melakukannya dengan cara yang keliru, maka hal ini bisa memicu masalah baru.

Contohnya, berolahraga setelah makan tanpa jeda waktu. Hal inilah yang bisa menimbulkan masalah pada lambung, sakit perut, atau muntah.

6. Kurang tidur dapat sebabkan gangguan lambung

Kurang tidur bisa menyebabkan penyakit GERD, sindrom iritasi usus besar, dan dispepsia fungsional. Penyakit ini berkaitan dengan sistem pencernaan yang tidak sehat.

Tidur yang buruk berdampak negatif pada mikrobioma usus. Pada gilirannya, hal ini menyebabkan masalah pencernaan dan kesehatan secara umum.

 

sumber: Halodoc     . . com

Konsultasikan masalah kesehatan Anda di Klinik Pelita Sehat; klinik BPJS Bogor dan klinik terfavorit keluarga. Klinik Pelita Sehat memiliki 5 cabang yang tersebar di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Klinik Pelita Sehat cabang Pomad dan Klinik Pelita Sehat cabang Bangbarung telah memperoleh akreditasi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan nilai akreditasi Paripurna