Informasi Kesehatan

Penyakit Autoimun Tingkatkan Risiko Terkena Neuropati Perifer

neuropati-perifer.jpg

10 Kemungkinan Penyebab Tangan Kesemutan yang Perlu Diwaspadai

“Penyebab tangan kesemutan sangat banyak. Jika gejala ini…

Inilah Cara Mengenali Gejala 5 Jenis Kanker Kulit

“Kanker kulit adalah jenis kanker yang terbentuk karena…

Selain Insomnia, Ini 5 Penyakit yang Menyebabkan Susah Tidur

“Penyebab insomnia ada banyak, mulai dari jet lag…

Dari banyaknya penyakit yang bisa menyerang saraf tubuh, neuropati perifer merupakan salah satu kondisi yang mesti diwaspadai. Neuropati perifer sendiri merupakan gangguan yang terjadi akibat kerusakan pada sistem saraf perifer atau saraf tepi. Nah, kerusakan inilah yang akan menyebabkan gangguan pada proses pengiriman sinyal antara sistem saraf pusat dan saraf tepi.

Gangguan saraf yang satu ini bisa memengaruhi saraf-saraf pada anggota gerak. Misalnya, saraf pada kaki, tangan, jari, lengan, dan tungkai. Kok bisa? Pasalnya, kelainan saraf ini akan memengaruhi kinerja saraf di luar otak dan saraf tulang belakang yang mengatur anggota gerak. Singkat kata, saraf ini adalah sistem yang berfungsi menghantarkan sinyal dari dan ke otak.

Biang keladi dari kerusakan saraf ini tak lepas dari gaya hidup yang berisiko merusak saraf-saraf tepi. Misalnya, kurang aktif berolahraga, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol berlebihan, hingga penyakit-penyakit lainnya.

Menurut survei Consumer Behavior dari Merck (perusahaan asal Amerika Serikat yang bergerak di sektor kesehatan), menemukan hasil yang cukup mengejutkan. Berdasarkan survei tersebut, orang dengan rentang usia 26–30 tahun merupakan yang paling tinggi mengalami gejala neuropati diikuti di atas 30 tahun. Menariknya, lebih dari 50 persen terjadi di kota-kota besar.

Kenali Gejalanya

Lalu, apa saja gejala dari gangguan saraf yang berdampak pada fungsi motorik ini?  Tanda dan gejala neuropati perifer termasuk mati rasa yang dialami secara bertahap:

  • Rasa tusukan atau kesemutan di kaki atau tangan yang bisa menyebar ke atas ke kaki dan tangan.

  • Rasa berdenyut.

  • Beku atau rasa sakit terbakar.

  • Sensitivitas ekstrem ketika disentuh.

  • Kurang koordinasi dan sering terjatuh.

  • Kelemahan otot atau kelumpuhan jika saraf motorik terpengaruh.

Jika saraf otonom yang terganggu, tanda dan gejala dapat berupa intoleransi panas dan perubahan keringat, masalah kandung kemih dan pencernaan, serta perubahan tekanan darah yang menyebabkan pusing atau kepala terasa ringan. Neuropati perifer mempengaruhi satu saraf (mononeuropathy), dua atau lebih saraf di area yang berbeda (multiple mononeuropathy) atau banyak saraf (polyneuropathy). Kebanyakan orang dengan neuropati perifer memiliki polyneuropathy.

Penyakit Autoimun Tingkatkan Risikonya?

Penyakit neuropati perifer bisa disebabkan oleh banyak kondisi. Misalnya, alkoholisme, penyakit autoimun, diabetes, paparan zat kimia toksik, obat-obatan, seperti kemoterapi, infeksi (Lyme, herpes zoster, virus Epstein-Barr, hepatitis C, lepra, difteri dan HIV).

Pertanyaannya, apa sih hubungan antara penyakit autoimun dengan neuropati perifer? Ternyata beberapa penyakit autoimun bisa menyerang saraf. Contohnya, sindrom Guillain-Barre. Penyakit yang terbilang jarang terjadi ini dapat memengaruhi saraf pengidapnya secara serius. Singkat kata, penyakit ini bisa menyebabkan seseorang mengidap neuropati, salah satunya neuropati perifer.

Gangguan yang terjadi umumnya menyerang kaki, tangan, dan anggota badan lainnya dengan gejala, seperti mati rasa, lemah, dan terasa sakit. Selain sindrom ini, penyakit saraf juga bisa disebabkan oleh gangguan imun lainnya, misalnya lupus, rheumatoid arthritis, sindrom Sjogren, polineuropati demielinasi inflamasi kronis, dan nekrosis vaskulitis.

Sumber: halodoc. com

Konsultasikan masalah kesehatan Anda di Klinik Pelita Sehat; klinik BPJS Bogor dan klinik terfavorit keluarga. Klinik Pelita Sehat memiliki 5 cabang yang tersebar di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Klinik Pelita Sehat cabang Pomad dan Klinik Pelita Sehat cabang Bangbarung telah memperoleh akreditasi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan nilai akreditasi Paripurna.