Informasi Kesehatan

Mengenal Ataksia: Jenis, Gejala, dan Penyebabnya

fromandroid-b6c48cdddf3d8047788405365aa0cb08.jpg

Ibu, Kenali Masalah Kesehatan Mental yang Rentan Terjadi pada Anak

“Tidak seperti orang dewasa, masalah kesehatan mental pada…

Anak Kecanduan Game Online, Ini 5 Hal yang Harus Dilakukan

“Kecanduan game online bisa terlihat dari gejalanya, yakni…

Memberi Anak Obat Puyer dengan Madu, Bolehkah?

Memberikan obat kepada anak punya tantangan tersendiri ya,…

“Ataksia membuat pengidapnya tidak mampu berjalan dengan stabil, gerakan tangan yang tidak terkoordinasi, kesulitan berbicara, dan mengalami masalah koordinasi mata. Penyebabnya bisa karena cedera otak, penyakit degeneratif, atau efek samping obat tertentu.”

Ataksia adalah gangguan neurologis yang memengaruhi koordinasi gerakan otot. Pengidap akan mengalami kesulitan mengendalikan gerakan otot untuk keseimbangan, presisi, atau kontrol otot halus.

Gangguan neurologis ini dapat terjadi akibat beragam penyebab. Umumnya ada 3 penyebab utama, yaitu pola hidup tidak sehat, penyakit degeneratif, dan riwayat keluarga dengan kondisi yang sama.

Mau tahu lebih jauh mengenai jenis ataksia dan gejala-gejalanya? Berikut ulasannya!

Jenis-Jenis Ataksia Dan Gejalanya

Beberapa jenis ataksia bisa menyerang anak-anak sejak usia dini, sementara jenis lainnya baru akan berkembang di usia dewasa. Apa pun jenisnya, gejalanya tak jauh berbeda, tetapi bisa terjadi dalam intensitas lebih parah. Ini beberapa jenisnya:

1. Ataksia Friedreich

Ataksia Friedreich adalah jenis ataksia herediter yang paling umum dan terjadi akibat gen yang diwarisi dari kedua orang tua. Masalah ini mempengaruhi setidaknya 1 dari setiap 50.000 orang.

Gejala pertamanya muncul sebelum usia 25 tahun dengan tanda:

  • Masalah keseimbangan dan koordinasi, sehingga sering terjatuh tiba-tiba.
  • Bicara menjadi tidak jelas dan lambat.
  • Meningkatnya kelemahan pada kaki, sehingga menyebabkan sulit berjalan.
  • Kesulitan menelan (disfagia).
  • Kelengkungan tulang belakang yang tidak normal (skoliosis).
  • Kehilangan penglihatan total atau sebagian dan gangguan pendengaran.
  • Mengalami peningkatan kadar gula darah atau diabetes. 
  • Penebalan otot jantung (kardiomiopati hipertrofik), yang dapat menyebabkan nyeri dada, sesak napas, dan detak jantung tidak teratur.
  • Hilangnya sensasi di tangan dan kaki (neuropati perifer).

Gejala ataksia Friedreich biasanya memburuk secara bertahap. Pengidap kondisi ini cenderung memiliki harapan hidup lebih pendek, yaitu usia 30-an. Dalam persentase kecil, ada juga pengidap yang bisa mencapai usia 60-an.

2. Ataksia-telangiektasis

Ataxia-telangiectasia (AT) adalah jenis ataksia herediter (menurun secara genetik) yang jarang terjadi. Gejala biasanya dimulai pada masa kanak-kanak, meski terkadang bisa berkembang seiring dengan bertambahnya usia.

Tanda dan gejalanya dapat meliputi:

  • Kesulitan berjalan, sehingga sebagian besar anak perlu menggunakan kursi roda pada usia 10 tahun.
  • Bicara tidak jelas dan lambat.
  • Kesulitan menelan (disfagia).
  • Muncul kumpulan pembuluh darah kecil seperti laba-laba di sudut mata dan pipi (telangiektasis).
  • Gerakan mata menjadi sangat lambat, sehingga perlu menggerakkan kepalanya untuk mengimbanginya.
  • Memiliki sistem kekebalan yang lemah, sehingga lebih rentan terhadap infeksi, terutama infeksi pada sinus, paru-paru dan saluran pernapasan, seperti pneumonia.
  • Peningkatan risiko kanker, khususnya leukemia limfoblastik akut atau limfoma.

Gejala AT cenderung memburuk dengan cepat. Pengidap dengan kondisi ini biasanya hidup hingga usia 19 hingga 25 tahun, meskipun ada pula yang bisa hidup lebih panjang hingga mencapai usia 50-an.

3. Ataksia spinocerebellar

Ataksia spinocerebellar (SCA) adalah sekelompok ataksia herediter yang sering kali menyerang orang berusia 25 hingga 80 tahun. Gejalanya bervariasi dan dapat mencakup:

  • Masalah keseimbangan dan koordinasi.
  • Bicara tidak jelas dan lambat.
  • Kesulitan menelan (disfagia).
  • Kekakuan otot dan kram.
  • Hilangnya sensasi di tangan dan kaki (neuropati perifer).
  • Kehilangan ingatan dan kesulitan menggunakan bahasa lisan.
  • Gerakan mata menjadi sangat lambat, sehingga perlu menggerakkan kepalanya untuk mengimbanginya.
  • Berkurangnya kontrol kandung kemih (urgensi atau inkontinensia urin). 

4. Ataksia episodik

Ataksia episodik adalah jenis ataksia herediter yang jarang terjadi. Di sini, pengidap bisa mengalami episode ataksia, tetapi di lain waktu mereka tidak menunjukkan atau hanya menunjukkan gejala ringan.

Selama satu episode, seseorang dengan ataksia episodik akan mengalami:

  • Masalah dengan keseimbangan dan koordinasi.
  • Bicara cadel, lambat, dan tidak jelas (disartria).
  • Kejang otot.
  • Gerakan mata yang tidak disengaja (nistagmus).
  • Vertigo, migrain, dan tinnitus.

Ataksia episodik pertama kali berkembang pada masa remaja. Tiap episodenya dapat berlangsung beberapa menit hingga jam dan biasanya terjadi akibat gerakan tiba-tiba, stres, olahraga, kafein, atau alkohol.

Gejalanya mungkin akan hilang seiring bertambahnya usia. Namun, dalam beberapa kasus, gejalanya bisa saja semakin parah. Pengidap membutuhkan penanganan untuk membantu mengendalikan gejala yang muncul.

5. Jenis ataksia lainnya

Ada juga sejumlah jenis ataksia lain yang cenderung memiliki gejala serupa dengan yang disebutkan di atas. Ini termasuk:

  • Acquired ataxia. Penyakit ini dapat menyerang orang-orang dari segala usia dan berkembang sangat cepat dalam beberapa hari atau beberapa jam.
  • Idiopathic late-onset cerebellar ataxia (ILOCA). Gangguan biasanya dimulai pada usia 50 tahun dan memburuk seiring berjalannya waktu.
  • Ataksia akibat kekurangan vitamin E. Penyebabnya karena tubuh kehilangan kemampuan untuk mengolah vitamin E dari makanan.

Penyebab Ataksia

Ataksia adalah penyakit yang terjadi akibat adanya kerusakan pada bagian otak yang mengontrol koordinasi otot (otak kecil). Padahal, otak kecil berguna untuk membantu mengontrol keseimbangan, gerakan mata, menelan dan berbicara. 

Kerusakan otak kecil dapat terjadi akibat beberapa hal, yaitu:

  • Konsumsi alkohol. Asupan alkohol secara berlebihan dalam jangka panjang dapat menyebabkan ataksia persisten.
  • Efek samping obat-obatan. Ataksia merupakan efek samping dari penggunaan barbiturat, seperti fenobarbital; obat penenang, seperti benzodiazepin; obat antiepilepsi, seperti fenitoin; dan beberapa jenis kemoterapi.
  • Racun. Keracunan logam berat, seperti timbal atau merkuri, dan keracunan pelarut, seperti pengencer cat dapat menyebabkan ataksia.
  • Kekurangan vitamin. Tidak mendapatkan cukup vitamin E, vitamin B1, vitamin B12 atau tiamin dapat menyebabkan ataksia.
  • Masalah tiroid. Hipotiroidisme dan hipertiroidisme dapat menyebabkan ataksia.
  • Stroke. Ataksia juga dapat terjadi pada pengidap stroke akibat penyumbatan pembuluh darah atau pendarahan di otak.
  • Sklerosis ganda. Kelainan neurologis ini dapat menyebabkan ataksia.
  • Penyakit autoimun. Sarkoidosis, penyakit Celiac, jenis encefalomielitis tertentu, dan penyakit autoimun lainnya dapat menyebabkan ataksia.
  • Infeksi. Ataksia dapat menjadi komplikasi cacar air yang jarang terjadi pada masa kanak-kanak, dan infeksi virus lainnya seperti HIV dan penyakit Lyme.
  • Sindrom paraneoplastik. Ini adalah kelainan degeneratif langka yang dipicu oleh respons sistem kekebalan terhadap tumor kanker (neoplasma).
  • Kelainan pada otak. Kelainan akibat adanya tumor yang bersifat kanker (ganas) atau non-kanker (jinak) dapat merusak otak kecil.
  • Trauma kepala. Kerusakan otak akibat cedera bisa menyebabkan ataksia serebelar berminggu-minggu hingga berbulan-bulan setelah trauma.
  • Kelumpuhan otak. Masalah ini bisa terjadi sebelum, selama, atau sesaat setelah bayi lahir. 

Sumber : halodoc. com

Konsultasikan masalah kesehatan Anda di Klinik Pelita Sehat; klinik BPJS Bogor dan klinik terfavorit keluarga. Klinik Pelita Sehat memiliki 5 cabang yang tersebar di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Klinik Pelita Sehat cabang Pomad dan Klinik Pelita Sehat cabang Bangbarung telah memperoleh akreditasi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan nilai akreditasi Paripurna.