Saat ini, jenis lensa kontak yang umum digunakan adalah soft lens dan hard lens. Mungkin belum banyak orang yang tahu perbedaan antara keduanya. Padahal, soft lens dan hard lens memiliki fungsi serta kelebihan dan kekurangan tersendiri.
Perbedaan Soft Lens dengan Hard Lens
Soft lens adalah lensa kontak yang terbuat dari plastik dan air atau water content. Kandungan air ini bermanfaat untuk memberikan oksigen ke kornea mata, sehingga Anda akan merasa nyaman saat menggunakan lensa kontak.
Sementara itu, hard lens adalah jenis lensa kontak yang terbuat dari plastik berbahan silikon, sehingga memungkinkan oksigen untuk langsung masuk melalui lensa ke kornea mata Anda. Tipe hard lens yang populer adalah Rigid Gas Permeable (RGP).
Nah, perbedaan jenis lensa kontak soft lens dengan hard lens yang paling signifikan adalah pada bentuknya. Ukuran diameter soft lens lebih besar dibandingkan dengan hard lens.
Selain itu, karena terbuat dari bahan plastik yang berbeda, tekstur soft lens dan hard lens pun tidak sama. Tekstur soft lens cenderung lebih lunak dan mudah melekat pada mata, jadi bisa terasa lebih nyaman saat digunakan.
Dibanding soft lens, tekstur hard lens cenderung lebih keras dan kokoh sehingga mungkin akan menimbulkan sensasi mengganjal pada mata, dan Anda pun mungkin memerlukan waktu lebih lama untuk terbiasa menggunakannya.
Dari segi harga, hard lens umumnya terbilang lebih mahal dibandingkan soft lens.
Manakah Jenis Lensa Kontak yang Lebih Baik?
Sebenarnya, baik atau tidaknya kualitas lensa kontak tergantung kebutuhan dan kondisi mata penggunanya. Oleh karena itu, sebelum menggunakan lensa kontak, Anda perlu mengetahui kelebihan dan kekurangan soft lens serta hard lens berikut:
Kelebihan dan Kekurangan soft lens
Selain lebih nyaman dan ekonomis, kelebihan soft lens lainnya adalah lensanya tidak mudah copot atau bergeser di mata. Meski begitu, tekstur soft lens yang tipis membuat lensanya lebih rentan untuk sobek, sehingga Anda perlu berhati-hati saat menggunakannya.
Pemakaian soft lens yang terlalu lama juga berisiko menyebabkan luka atau iritasi pada mata karena kekurangan oksigen. Pemakaian soft lens yang tidak tepat berisiko menyebabkan infeksi mata.
Oleh karena itu, jika hendak menggunakan soft lens, sebaiknya pilih soft lens dengan kandungan air yang sesuai dengan kondisi mata Anda. Kandungan air dalam soft lens bisa berkisar antara 38% hingga 75%.
Kelebihan dan Kekurangan hard lens
Kelebihan hard lens adalah lebih tahan lama, tidak mudah sobek, dan dapat memberikan Anda penglihatan yang lebih tajam dibandingkan soft lens. Selain itu, jenis lensa kontak ini juga mungkin bisa terasa lebih nyaman dan bisa memperbaiki penglihatan lebih baik pada orang yang mata silinder.
Meski demikian, ukuran lensa hard lens yang lebih kecil bisa membuat lensa kontak ini lebih mudah terlepas dari mata serta memicu masuknya debu atau kotoran di bawah lensa.
Durasi penggunaan lensa kontak hard lens yang relatif lama, yakni sekitar 1 tahun, terkadang juga bisa berisiko menyebabkan mata mengalami iritasi, terutama jika lensa kontak ini disimpan dan digunakan secara kurang tepat.
Apa pun jenisnya, baik soft lens maupun hard lens, keduanya dapat membantu mengatasi masalah penglihatan Anda. Namun, perlu diingat bahwa penggunaan lensa kontak memerlukan perawatan ekstra dan lebih berisiko menyebabkan mata kering, mata merah, infeksi mata, hingga luka pada kornea.
Oleh karena itu, sebelum Anda memutuskan untuk menggunakan lensa kontak, ada baiknya berkonsultasi dulu dengan dokter mata, agar dokter dapat menentukan jenis lensa kontak mana yang lebih cocok untuk Anda.
Saat menggunakan lensa kontak, baik soft lens maupun hard lens, jangan lupa untuk selalu merawat lensa kontak dengan benar dan melepasnya ketika akan tidur.
Sumber: alodokter. com
Konsultasikan masalah kesehatan anda di Klinik Pelita Sehat; klinik BPJS Bogor dan klinik terfavorit keluarga. Klinik Pelita Sehat memiliki 5 cabang yang tersebar di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Klinik Pelita Sehat cabang Pomad dan Klinik Pelita Sehat cabang Bangbarung sudah memperoleh akreditasi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan nilai akreditasi Paripurna.