Informasi Kesehatan

Incest dan Bahayanya bagi Kesehatan

084276200_1539590598-pegangan_tangan.jpg4_.jpg

Mengenal Metode Hypnotherapy untuk Kesehatan Psikologis

“Hypnotherapy menjadi salah satu metode penanganan untuk membantu…

Inilah Berbagai Jenis Bullying yang Perlu Diketahui

“Bullying atau perundungan dapat menyebabkan berbagai dampak buruk…

Ini Trik Agar Motivasi Kerja di Kantor Meningkat

“Cukup wajar jika sesekali kamu merasa kehilangan motivasi…

Incest adalah hubungan atau aktivitas seksual yang terjadi di antara anggota keluarga yang memiliki hubungan sedarah. Perilaku incest tergolong tabu dalam norma sosial dan agama, bahkan menjadi salah satu bentuk kejahatan seksual. Di sisi lain, ada ancaman masalah kesehatan bagi bayi yang lahir dari hubungan ini. 

Bentuk incest atau hubungan sedarah yang paling umum dikenal adalah hubungan ayah dengan anak, ibu dengan anak, atau antar saudara kandung. Meski begitu, incest juga bisa terjadi antara anggota keluarga lain atau kerabat terdekat, seperti paman, bibi, sepupu, bahkan kakek.

Sering kali, hubungan incest rentan menjadi pintu utama terjadinya kekerasan seksual maupun kekerasan emosional bagi pasangan, terutama yang masih anak-anak. Bahkan, meskipun dilakukan atas suka sama suka, incest tetap tidak bisa dibenarkan karena ada risiko masalah kesehatan yang mengintai.

Jenis dan Faktor Penyebab Incest 

Rasa sayang antar anggota keluarga sudah sepantasnya hadir sebagai bagian dari keharmonisan keluarga. Namun, kasih sayang yang terlalu dalam, bahkan sampai muncul hubungan romantis layaknya pasangan dan berhubungan seksual antar saudara dan keluarga, merupakan hal yang tidak bisa dibenarkan. 

Incest tidak hanya terbatas pada hubungan seksual, tetapi juga bisa melibatkan beban emosional kepada pasangannya. Hal ini disebut emotional incest, yaitu ketika orang tua atau wali pengasuh mengharapkan dukungan emosional dari anak seperti pasangan kekasih. 

Sampai saat ini, penyebab incest masih belum dipastikan. Namun, ada beberapa faktor yang bisa memicu terjadinya incest, antara lain:

  • Kurangnya kasih sayang dengan pasangan atau orang tua 
  • Mengalami kekerasan dalam rumah tangga 
  • Rasa takut yang berlebihan akan ditinggalkan (attachment trauma)
  • Tradisi menikahkan anak dengan saudara dekat 

Pelaku incest umumnya bersifat manipulatif dan menggunakan kekuasaannya untuk menarik pasangannya ke dalam hubungan yang tidak sehat ini. Para pelaku juga biasanya tidak memberikan ruang privasi yang cukup. Dengan begitu, mereka bisa bebas memberi ancaman kepada pasangan incest mereka untuk memuaskan keinginannya. 

Hubungan incest tidak hanya terjadi antara orang dewasa, tetapi juga sering kali melibatkan anak-anak. Padahal, anak-anak belum cukup umur untuk bisa memahami perasaannya dan memberikan persetujuan, terlebih untuk aktivitas seksual. 

Umumnya, pelaku yang merupakan orang dewasa akan melakukan child grooming. Akibatnya, anak-anak tidak menyadari bahwa kejadian yang dialaminya adalah bentuk kekerasan seksual. 

Kebanyakan korban yang masih anak-anak justru menganggap bahwa tindakan yang dilakukan pelaku incest adalah bentuk kasih sayang kepadanya. Inilah sebabnya, anak-anak sangat rentan terhadap kekerasan di dalam hubungan incest. 

Bahaya Kesehatan Akibat Incest

Incest yang melibatkan hubungan seksual meningkatkan risiko masalah kesehatan, baik untuk pasangan incest maupun bayi dari hasil hubungan incest, antara lain: 

1. Terkena penyakit menular seksual  

Incest tidak hanya terjadi atas perilaku suka sama suka, tetapi bisa juga ada paksaan di dalamnya. Korban incest, terutama yang mengalami pemerkosaan, rentan terkena infeksi menular seksual, seperti herpes, sifilis, dan HIV. 

Penyakit menular seksual akibat incest tidak hanya menjadi masalah bagi korban, tetapi juga bayi yang lahir dari hubungan incest. Ibu hamil dengan infeksi menular seksual berisiko mengalami keguguran, serta melahirkan bayi secara prematur dan dengan berat badan rendah.

2. Bayi lahir cacat 

Bayi yang lahir dari hubungan incest berisiko tinggi mengalami kelainan genetik. Hal ini karena normalnya, seorang anak akan mendapatkan gabungan genetik dari kedua orang tuanya. Namun, pada hubungan incest, variasi genetik yang diwariskan sangat sedikit.

Kurangnya variasi genetik ini akan memperbesar kemungkinan terjadinya kecacatan di masa kehamilan. Bayi yang dilahirkan dari hubungan incest lebih berisiko mengalami kelainan berupa albino, hemofilia, bibir sumbing, fibrosis kistik, sampai keterbelakangan mental. Hubungan incest juga meningkatkan risiko bayi lahir prematur. 

3. Trauma dan masalah psikologis 

Tidak hanya melukai fisik, incest juga dapat menyebabkan masalah pada kesehatan mental. Pada hubungan incest dengan paksaan, korban akan merasakan ketakutan sampai trauma. Terlebih, stigma dari masyarakat terhadap pelaku maupun anak yang lahir dari hubungan incest akan membuat korban merasa malu untuk menceritakan keresahannya, bahkan meminta bantuan. 

Trauma yang dialami korban incest cenderung hanya dipendam sendiri. Akibatnya, muncul masalah psikologis, seperti kecemasan, serangan panik, depresi, melukai diri sendiri, bahkan keinginan untuk bunuh diri. 

Pada korban emotional incest, mereka umumnya juga menjadi tidak bisa membuat keputusan untuk dirinya sendiri, terlalu bergantung pada pelaku incest, dan sampai sulit membangun hubungan yang baik dengan teman-teman. 

Perilaku incest, bahkan dengan persetujuan kedua belah pihak, bukanlah hubungan yang sehat dan tidak bisa dibenarkan. Jadi, jika merasa tengah terjerat dalam hubungan incest, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan psikolog. 

Anda juga bisa memeriksakan diri maupun keluarga ke dokter saat menduga ada tindakan kekerasan seksual akibat incest, yang nantinya bisa mendapatkan pendampingan dan penanganan lebih lanjut oleh pihak berwajib.

sumber: Halodoc . com

Konsultasikan masalah kesehatan Anda di Klinik Pelita Sehat; klinik BPJS Bogor dan klinik terfavorit keluarga. Klinik Pelita Sehat memiliki 5 cabang yang tersebar di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Klinik Pelita Sehat cabang Pomad dan Klinik Pelita Sehat cabang Bangbarung telah memperoleh akreditasi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan nilai akreditasi Paripurna